Lazimnya orang hidup (yang normal) akan selalu berhadapan dengan apa
yang dinamakan masalah. Sejak bangun dari tidur sesungguhnya kita sudah
berhadapan dengan masalah, baik masalah intern maupun masalah sosial
yang melibatkan orang lain atau saling berinteraksi maka masalah yang
dihadapi semakin bertambah rumit, kompleks dan memerlukan suatu
pemikiran untuk memecahkannya.
Berbagai cara telah dilakukan oleh manusia untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi dalam kehidupannya. Dan setiap orang maupun kelompok
berusaha dapat memecahkan melalui pola berpikir yang dianggapnya cocok
atau sesuai. Kita mestinya berterimakasih kepada-Nya telah dikaruniai
akal atau otak agar berfungsi dan dioptimalkan ketika menghadapi masalah
yang selalu ada dalam kehidupan ini. Semuanya akan selalu berkembang
seirama dengan peradaban serta lingkungan yang banyak mempengaruhinya.
Sejak mengenyam bangku sekolahan sesungguhnya kita telah diajarkan oleh
sang guru untuk mengahadapi masalah yang diwujudkan dalam mata pelajaran
yaitu bagaimana cara kita membahas suatu masalah guna memperoleh
kesimpulan yang dapat diterima kebenarannya. Tentu saja hal ini
merupakan bekal yang tinggi nilainya, tak bisa ditebus dengan harta
benda apa pun bentuknya. Ditambah lagi dengan bekal pengalaman proses
pengembangan diri dalam menuntut ilmu pengetahuan pada level lebih
lanjut maka telah menjadikan seseorang semakin dewasa dalam berpikir
untuk mengatasi masalah.
Walaupun dalam realitasnya, tidak semua orang yang pernah mengenyam
sekolah itu konsisten dengan ilmu pengetahuan yang sudah diperoleh. Bisa
dan boleh saja memilih cara atau mungkin langkah yang menurutnya lebih
baik sehingga menjadikan pola berpikir untuk memecahkan masalah yang
dihadapi semakin bervariasi. Berpikir untuk memecahkan masalah merupakan
bagian dari hak otonom setiap manusia sehingga menurutku hal demikian
dapat menambah referensi dan keanekaragaman pola berpikir manusia dalam
kehidupan di dunia yang fana ini.
Tentu saja semua itu cukup menarik untuk diamati sekalian dicermati
sejauhmana seseorang melakukan segala aktivitasnya dalam menyelesaikan
atau memecahkan masalah yang dihadapi. Dari beberapa pengalaman selama
ini, beberapa pola pikir manusia dapat dirangkum dan masing-masing dapat
diketahui seperti di bawah ini:
Pola Pikir Kharismatik
Suatu pola pikir di dalam memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan proses penyelesaian masalah didasarkan otoritas atau
kewibawaan. Otoritas atau kewibawaan menjadi pokok penentu dalam
pengambilan keputusan.
Bagi orang yang memiliki kewibawaan tinggi, misalnya tokoh masyarakat
formal atau non-formal (yang disegani) dianggap paling mampu untuk
menyelesaikan setiap masalah - sehingga sebagian besar orang akan tunduk
pada keputusan yang diambil olehnya. Sering pula beberapa kalangan
menyebutnya ini sebagai pola pikir kharismatik, dalam artian bahwa
setiap masalah, apalagi masalah rumit dan berkait kebijakan menyangkut
kepentingan masyarakat luas - maka apa yang dikatakan tokoh itu
dianggapnya yang paling benar.
Pola Pikir Tenasitas
Tenasitas dapat diartikan sebagai kebiasaan. Berpola pikir tenasitas
merupakan cara berpikir manusia dalam memecahkan masalah selalu
mendasarkan pada kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat atau tradisi.
Misalnya saja ditemui pada beberapa kalangan jika mendirikan bangunan,
jembatan-jembatan dengan menggunakan sesaji, dilengkapi ubo rampe dan sebagainya. Hal ini dilakukan sebagai simbol kebudayaan di lingkungan setempat/terbatas.
Tentu saja pola pikir ini banyak diwarnai oleh kebiasaan-kebiasaan atau
kultur yang sangat kuat dan sarat dengan simbol-simbol penuh makna
tertentu yang telah dilakukan secara turun temurun. Dengan melakukan
kebiasaan ini tentunya banyak makna yang terkandung dan dapat menambah
keyakinan sehingga dalam melangsungkan rangkaian aktivitas kehidupan
yang penuh dengan masalah - diharapkan dapat berlangsung aman dan
lancar.
Pola Pikir Perasaan
Diartikan bahwa manusia didalam memecahkan masalah berdasarkan pada
perasaan semata-mata, sehingga cara pengambilan keputusan sangat
dipengaruhi oleh subyek pelakunya. Perasaan-perasaan itu selalu muncul
pada setiap masalah yang dihadapi. Misalnya, perasaan seseorang dalam
proses mengambil keputusan atau menyelesaikan masalah mendominasi dan
selalu berperan di dalam perilakunya. Atau dalam kata lain, perasaan di
sini banyak turut ambil bagian. Perasaan pada tulisan ini dapat dibagi
menjadi dua, yaitu perasaan dalam artian intuisi dan perasaan dalam artian emosi.
Pola pikir berdasarkan intuisi sesungguhnya banyak ditemui. Pola pikir ini tidak bisa buru-buru
dikatakan negatif. Namun kalau disebutkan cenderung subyektif dalam
proses pengambilan keputusan, jawabnya: mungkin iya. Tingkatan intuisi
seseorang tidak selalu sama dalam memecahkan setiap masalah yang
dihadapi, berdasarkan kata hati bisa saja diterima kebenarannya,
walaupun masih perlu pengujian lebih lanjut. Karenanya keputusan yang
diambil biasanya tergantung pada ketajaman intuisi pelakunya.
Pola pikir perasaan dalam artian emosi juga tak kalah pentingnya
dicermati. Misalnya, dalam rapat, diskusi (termasuk di ruang publik
virtual), seminar, pertemuan antarkelompok, organisasi politik,
kampanye-kampanye partai dan sebagainya. Seringkali perasaan (emosi)
lebih mengemuka dan bermunculan, biasanya ini terjadi karena “benturan
atau persaingan kepentingan” yang tidak sehat, tidak saling toleransi
atau tidak menerima pendapat maupun pemikiran orang lain.
Pola Pikir Mencoba-coba
Dimaksudkan sebagai pola pikir manusia ketika menghadapi masalah dengan cara “coba-coba tapi tidak pasti” atau dalam bahasa sono-nya disebut trial and error. Dalam pola
pikir ini manusia selalu menyoba-nyoba tanpa adanya kepastian dalam
menyelesaikan masalah. Ambil contoh yang paling gampang: Ketika si Badu
mengalami kerusakan radio kesayangannya - ia pun tak ambil pusing untuk
memeriksa apa penyebab kerusakan radio tersebut. Langsung saja ia
memukul-mukul secara pelan (diketuk-ketuk) radionya dengan harapan
“berbunyi” kembali. Contoh lain dapat dianalogikan begini: kalau kita
melihat burung di dalam sangkar, ketika ia hendak keluar selalu tubruk sana - tubruk sini
tak tentu arah di dalam sangkarnya, namun tak juga bisa lepas karena
tidak mengetahui cara yang benar untuk membuka pintu sangkarnya.
Ditemui pula pola pikir manusia yang terbiasa “coba-coba tapi tidak ada
kepastian” seperti yang telah digambarkan di atas. Alhasil, apa yang
dilakukan dalam memecahkan masalah - cenderung berspekulasi (gambling), sering keliru atau pun kalau masalahnya dapat selesai karena faktor kebetulan saja. Blessing in disguise, kira-kiranya begitu.
Pola Pikir Ilmiah
Proses berpikir manusia didasarkan pada cara yang rasional dalam mencari
kebenaran atau pemecahan masalah. Penyelesaian masalah bersifat ilmiah.
Pada proses berpikir ini biasa dilakukan pengamatan terhadap gejala
peristiwa terlebih dahulu. Kemudian dirumuskan masalah yang akan
dibahas. Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir manusia untuk
memperoleh kesimpulan, keputusan, atau kebenaran selalu menggunakan
logika dan dilakukan secara sistematis, metodologis, bisa diuji dan
dibuktikan kebenarannya oleh orang lain (universal). Sedangkan pelakunya
disebut ilmuwan (scientist).
Ilmuwan biasanya bersikap independen, selalu terbuka, demokratis, semua
pendapat dihargai. Apabila keputusan atau kesimpulan yang telah
dilakukan ternyata salah - maka seorang ilmuwan mengakuinya. Kemudian
tertantang untuk mencari cara pemecahan masalah melalui metode yang
tepat/sesuai - sehingga diperoleh kesimpulan atau kebenaran (scientific truth).
Pada prinsipnya, dalam pola pikir ilmiah dimulai perumusan masalah,
pengajuan hipotesis atau asumsi, pengumpulan data, melakukan analisis
data, kemudian menarik kesimpulan/konklusi guna mendapatkan kebenaran
berupa hasil pemecahan masalah. Perlu ditambahkan bahwa proses berpikir
ilmiah membutuhkan waktu relatif lama dan cermat, akan tetapi tingkat
kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan.
Demikian selintas tulisan mengenali pola pikir manusia dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Penulis tak hendak menyebutkan pola pikir mana
yang lebih tinggi dalam menilai berbagai pola pikir di atas. Setidaknya,
itulah gambaran pola pikir manusia yang dapat dikemukakan. Tidak
menutup kemungkinan tulisan ini dapat dikembangkan melalui diskusi lebih
lanjut. Semoga dapat menambah pengayaan pengetahuan kita bersama.
Sumber : http://lifestyle.kompasiana.com
Selasa, 18 September 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar